Rabu, 14 Desember 2022

SETENGAH JIWAKU PART 1

Aku adalah anak bungsu dari 6 bersaudara, tenggat usiaku cukup jauh dengan kakak-kakakku sebelumnya. Jadi, aku merasa tidak memiliki saingan dalam mendapatkan kasih sayang dari orang tuaku. Ya, saat aku TK, 2 orang kakakku sudah menikah dan aku sudah berstatus sebagai tante kecil. Sisa kakakku yang lain ada yang bekerja dan kakak laki-laki terakhirku bersekolah di SMA Negeri di Lamongan. Yaa jadi, aku adalah anak kecil di rumahku yang disayang oleh kakak-kakakku. Bahkan, saat aku sekolah, teman-temanku menganggap bahwa Ayahku itu adalah kakekku. Karena aku sangatlah jauh dengan usia kelima kakak-kakakku yang mungkin tenggat usianya adalah 1 - 2 tahun.

Ibu dan Ayahku, memiliki kedekatan yang berbeda denganku. Aku selalu ceritakan hal-hal apapun itu kepada mereka. Namun, tidak semuanya aku ceritakan kepada keduanya. Ada beberapa hal yang aku lebih tertarik untuk diceritakan kepada ayahku ataupun dengan ibuku. Saat aku memiliki masalah dengan sekolah, atau beberapa pelajaran yang membuatku bingung, aku selalu cerita ke Ayahku. terutama tentang urusan agama. Karena ayahku merupakan salah satu tokoh agama di kampung halamanku di Lamongan. Berbeda dengan Ibuku, aku selalu cerita ke Ibuku tentang teman-teman dekatku, dan... laki-laki yang aku suka pun. 

Ayahku, orang yang sangat luar biasa. Dia adalah idolaku, mungkin jika ada kumpulan fans, aku adalah fans pertamanya. Jika berbalik ke arah sebelum aku dilahirkan, Ayahku adalah seorang PNS di salah satu SD Negeri di desaku. Ayahku sebagai seorang guru di sana. Namun, melihat kondisi gaji PNS di tahun itu, dengan kebutuhan pendidikan kakak-kakakku. Ayahku merasa membutuhkan pemasukan lebih untuk membiayai 3 orang kakak aku yang berkuliah, 1 orang kakakku yang bersekolah dan 1 lagi kakak nomor 4 yang baru lulus SMA dan ingin melanjutkan kuliah. Melihat kondisi tersebut, ayahku akhirnya memutuskan untuk Pensiun Dini dan menjalankan usaha lain untuk mencukupi kebutuhan keluarga kami. Apalagi ketiga kakak aku itu berkuliah di Universitas Muhammadiyah yang tergolong lumayan mahal. Untuk mencukupi semua itu, ayahku harus mengajar di beberapa sekolah, membeli sepeda untuk disewakan, membeli alat mesin giling (saat itu hanya Ayahku yang punya di kampungku) sehingga banyak orang di desaku datang ke rumah untuk mendapatkan jasa giling (jagung, gula, ketan, dll.), bahkan ayahku pun memutuskan untuk berbisnis ayam ternak yang dinamai "VITA FARM". Semua usahanya akhirnya membawakan hasil dan mampu meluluskan ketiga anaknya yang berkuliah tersebut. Yaa walaupun tidak sekaya orang-orang lain. Namun, kami cukup bersyukur karena Ayahku hanya berlulusan Pesantren namun mampu mensekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang Perkuliahan.

Hingga saat tiba tahun 2018, ayahku menjalankan tugas terakhirnya yaitu menikahkanku dengan laki-laki yang belum lama ku kenal tapi orang tuaku sudah menyukainya. Aku sangat terharu dan bahagia, karena Ayahku sendiri yang mengucapkan "saya nikahkan dan kawinkan" dengan menggunakan Bahasa Arab tanpa diwakilkan dengan wali nikah dari KUA. Posisi Ayahku saat itu, sudah keluar dari Rumah Sakit. Sebelumnya, Ayahku sempat dirawat beberapa kali bahkan saat aku lamaran. Kami harus datang ke rumah sakit untuk meminta restu saat agenda lamaran dan Alhamdulillaah, Ayahku memberi restu dan menangis dalam bahagia karena calon suami yang aku miliki, di sana terdapat kriteria yang ayahku impikan. Ayahku dulu pernah berkata pada Ibuku "Buk, aku ingin mempunyai menantu yang bisa melanjutkan kitab-kitabku". Ya, saat itu memang akulah satu-satunya anak yang belum menikah, dan aku harus mampu mewujudkan keinginannya, agar kitab-kitab koleksi ayahku tidak hanya sebagai pajangan semata, melainkan bertuan dan dijaga serta dipelajari isi dari setiap bukunya. Saat itu, tertuanglah rasa syukur dan bahagia serta muncullah berbagai nasihat-nasihat yang dituangkan ayahku kepada calon suamiku. 

Dear Ayah, sejak kecil, aku memang sering datang ke rumah sakit untuk menengokmu, bisa dikatakan, kau ini pasien pelanggan. Setiap tahun pasti engkau selalu mampir dan singgah di sana, bahkan di setiap Idul Fitri, kami sering tanpamu dan merayakannya di rumah sakit. Namun, dengan demikian, engkau tidak pernah lelah untuk tetap menyebarkan ilmu yang kau miliki kepada banyak orang, di manapun dan kapanpun. Kehebatanmu adalah kau tak pernah sedikitpun mengeluh dengan semua ujian yang kau dapatkan Ayah. Dan engkaulah separuh jiwaku yang hingga saat ini terus tertanam dalam diriku, sifat baikmu dan tak ingin ku hapuskan itu. Selalu ku ingat, semua pesan dan perkataanmu, bahkan hingga saat ini aku masih membutuhkanmu untuk membimbingku ke beberapa hal yang masih tidak aku ketahui.