DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL........................................................................................ i
KATA
PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR
ISI..................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................. 3
1.3
Tujuan dan
Manfaat Penelitian.......................................................... 4
BAB
II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kompensasi
atau Sistem Imbalan...................................................... 5
2.2 Kepuasan
Terhadap Sistem Imbalan.................................................. 9
2.3 Teori
Kepuasan.................................................................................. 10
2.4 Komitmen
Organisasi........................................................................ 11
2.5 Prestasi
Kerja..................................................................................... 14
2.6 Penelitian-Penelitian
Sebelumnya...................................................... 16
BAB
III PEMBAHASAN
3.1 Pengaruh Sistem Imbalan Terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan...... 18
3.2 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen
Organisasi.............. 19
3.3 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi
Kerja........................... 20
BAB
IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan........................................................................................ 21
4.2
Saran.................................................................................................. 21
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Era
globalisasi telah melanda berbagai aspek kehidupan manusia, dimana dunia
semakin menyatu, tidak bisa lagi kejadian di suatu negara tertutup bagi dunia
luar, teknologi informasi dan komunikasi telah merangsang perubahan hubungan
antar bangsa yang tidak bisa lagi dibatasi dengan tembok tapal batas suatu
negara. Globalisasi telah muncul sebagai fenomena baru yang telah dilahirkan
oleh kemajuan jaman. Dalam bidang perekonomian, hal ini membawa dampak yang
cukup besar bagi industri-industri di Indonesia baik itu industri perdagangan,
manufaktur maupun jasa.
Kondisi
tersebut menuntut suatu organisasi atau perusahaan untuk senantiasa melakukan
berbagai inovasi guna mengantisipasi adanya persaingan yang semakin ketat.
Organisasi di abad-21 seperti saat ini dituntut untuk mempunyai keunggulan
bersaing baik dalam hal kualitas produk, servis, biaya maupun sumber daya
manusia yang profesional. Untuk mewujudkan hal tersebut sumber daya manusia
memegang peranan yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian dan pengkajian
yang lebih dalam, karena bagaimanapun juga manusialah yang akhirnya menentukan
dan memprediksikan keberhasilan atau kegagalan suatu kebijaksanaan, strategi,
maupun langkah-langkah kegiatan operasional yang siap dilaksanakan
(Unarajan,1996).
Selain
sumber daya manusia sebagai salah satu unsur yang sangat menentukan
keberhasilan suatu organisasi, disisi lain juga sebagai makhluk yang mempunyai
pikiran, perasaan kebutuhan dan
harapan-harapan tertentu. Hal ini sangat memerlukan perhatian tersendiri
karena faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi prestasi, dedikasi dan
loyalitas serta kecintaan terhadap
pekerjaan dan organisasinya (Hasibuan, 1994 : 222).
Keadaan
ini menjadikan sumber daya manusia sebagai aset yang harus ditingkatkan
efisiensi dan produktivitasnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka perusahaan
harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong dan memungkinkan karyawan
untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta ketrampilan yang dimiliki
secara optimal. Salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh perusahaaan untuk
menciptakan kondisi tersebut adalah dengan memberikan sistem imbalan yang
memuaskan. Menurut Handoko (1994:156), suatu cara meningkatkan prestasi kerja,
motivasi dan kepuasan kerja karyawan adalah dengan memberikan kompensasi atau
sistem imbalan.
Pentingnya
sistem imbalan sebagai salah satu indikator kepuasan dalam bekerja sulit
ditaksir, karena pandangan-pandangan karyawan mengenai uang atau imbalan
langsung nampaknya sangat subyektif dan barangkali merupakan sesuatu yang khas
dalam industri (Fraser,1992 : 56). Tetapi pada dasarnya adanya dugaan adanya
ketidakadilan dalam memberikan upah maupun gaji merupakan sumber ketidakpuasan
karyawan terhadap sistem imbalan yang pada akhirnya bisa menimbulkan
perselisihan dan semangat rendah dari karyawan itu sendiri (Strauss dan Sayles,
1990 : 321).
Sistem
imbalan penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya imbalan
mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara karyawan itu sendiri, keluarga
dan masyarakat. Kemudian program sistem imbalan juga penting bagi perusahaan,
karena hal itu mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya
manusia atau dengan kata lain agar karyawan mempunyai loyalitas dan komitmen
yang tinggi pada perusahaan (Handoko,1994 : 155).
Dari berbagai hasil penelitian yang
dilakukan oleh para ahli perilaku menunjukkan bahwa
faktor utama ketidakpuasan kerja karyawan adalah
sistem imbalan yang tidak sesuai dengan harapan karyawan. Disamping itu adanya
ketidakpuasan karyawan terhadap sistem imbalan yang diterima dapat menimbulkan
perilaku negatif karyawan terhadap perusahaan dan dampak job involvement yang
bisa dilihat dari menurunnya komitmen yang pada akhirnya akan menurunkan
prestasi kerjanya (Noe,1994 : 135).
Kondisi ini menuntut suatu perusahaan
untuk mengembangkan performance-nya, dan hal itu harus didukung pula
oleh karyawan yang profesional dan memiliki loyalitas serta dedikasi yang
tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, maka pemberian sistem imbalan yang
memuaskan dapat mengurangi timbulnya turnover dan absenteeisme.
Dengan meningkatkan komitmen karyawan pada organisasi dan melibatkan karyawan
dalam kegiatan organisasi maka hal ini akan dapat mengurangi adanya turnover
dan absenteeime.
Disamping itu, efek lain dari
ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya adalah dampak psikologis yang
dialami oleh karyawan yang ingin pindah dari perusahaan. Keinginan tersebut
tentunya tidak mudah unntuk diwujudkan mengingat berbagai kondisi yang tidak
atau kurang memungkinkan bagi karyawan untuk pindah dari satu perusahaan ke
perusahaan lain, misalnya kondisi persaingan di pasar kerja yang semakin ketat,
birokrasi serta aturan internal yang ada dalam perusahaan itu sendiri. Akhirnya
bentuk ketidakmampuan mereka untuk keluar tersebut diwujudkan dengan tidak
peduli terhadap pekerjaan mereka serta tidak merasa bertanggung jawab terhadap
kemajuan perusahaan.
Salah satu untuk mengantisipasi hal
tersebut adalah dengan pemberian sistem imbalan yang dapat memuaskan para karyawan, sehingga
tercipta komitmen dan prestasi kerja yang tinggi. Oleh karena itu, tulisan ini
akan menganalisa bagaimana pengaruh sistem imbalan terhadap kepuasan kerja
karyawan membawa dampak terhadap komitmen karyawan dan prestasi kerjanya.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
a.
Sejauh mana pengaruh
sistem imbalan terhadap kepuasan kerja karyawan.
b.
Bagaimana kepuasan
kerja karyawan membawa pengaruh terhadap komitmen karyawan pada sebuah
perusahaan.
c.
Bagaimana kepuasan
kerja karyawan membawa pengaruh terhadap prestasi kerja karyawan pada sebuah
perusahaan.
1.3 Tujuan
dan Manfaat Penulisan
1.3.1
Tujuan Penulisan
a.
Untuk mengetahui sejauh
mana pengaruh sistem imbalan terhadap kepuasan kerja karyawan.
b.
Untuk mengetahui
bagaimana kepuasan kerja karyawan membawa pengaruh terhadap komitmen karyawan
pada sebuah perusahaan.
c.
Untuk mengetahui
bagaimana kepuasan kerja karyawan membawa pengaruh terhadap prestasi kerja
karyawan pada sebuah perusahaan.
1.3.2
Manfaat Penulisan
a.
bagi penulis, makalah
ini merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah perilaku organisasi.
b.
Bagi mahasiswa dan
masyarakat lainnya , makalah ini semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan
bagi para pembaca.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kompensasi
atau Sistem Imbalan
Mondy
dan Noe (1993: 320) kompensasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Kompensasi
finansial terdiri dari kompensasi
finansial langsung (direct financial compensation) dan kompensasi
finansial tidak langsung (indirect financial compensation).
Kompensasi
finansial langsung terdiri dari gaji, upah, bonus dan komisi. Sedangkan
kompensasi finansial tidak langsung disebut juga dengan tunjangan, yakni meliputi
semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung.
Sedangkan kompensasi non finansial (nonfinancial compensation) terdiri
dari kepuasan yang diterima baik dari pekerjaan itu sendiri, seperti tanggung
jawab, peluang akan pengakuan, peluang adanya promosi, atau dari lingkungan
psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut berada, seperti rekan kerja
yang menyenangkan, kebijakan-kebijakan yang sehat, adanya kafetaria ,
sharing pekerjaan, minggu kerja yang dipadatkan dan adanya waktu luang.
Dengan demikian kompensasi tidak hanya berkaitan dengan imbalan-imbalan moneter
(ekstrinsik) saja, akan tetapi juga pada tujuan dan imbalan intrinsik
organisasi seperti pengakuan, maupun kesempatan promosi.
Sedangkan
Michael dan Harold (1993 : 443) membagi kompensasi dalam tiga bentuk, yaitu material,
sosial dan aktivitas . Bentuk kompensasi material tidak hanya
berbentuk uang, seperti gaji, bonus, dan komisi, melainkan segala bentuk
penguat fisik (phisical reinforcer), misalnya fasilitas parkir, telepon
dan ruang kantor yang nyaman, serta berbagai macam bentuk tunjangan misalnya
pensiun, asuransi kesehatan. Sedangkan kompensasi sosial berhubungan
erat dengan kebutuhan berinteraksi dengan orang lain. Bentuk kompensasi ini
misalnya status, pengakuan sebagai ahli di bidangnya, penghargaan atas
prestasi, promosi, kepastian masa jabatan, rekreasi, pembentukan
kelompok-kelompok pengambilan keputusan, dan kelompok khusus yang dibentuk
untuk memecahkan permasalahan perusahaan.
Sedangkan
kompensasi aktivitas merupakan kompensasi yang mampu mengkompensasikan
aspek-aspek pekerjaan yang tidak disukainya dengan memberikan kesempatan untuk
melakukan aktivitas tertentu. Bentuk kompensasi aktivitas dapat berupa “kekuasaan”
yang dimiliki seorang karyawan untuk melakukan aktivitas di luar pekerjaan
rutinnya sehingga tidak timbul kebosanan kerja, pendelegasian wewenang,
tanggung jawab (otonomi), partisipasi dalam pengambilan keputusan, serta
training pengembangan kepribadian.
Ketiga
bentuk kompensasi tersebut akan dapat memotivasi karyawan baik dalam
pengawasan, prestasi kerja maupun komitmen terhadap perusahaan. Dalam pemberian
kompensasi tersebut, tingkat atau besarnya kompensasi harus benar-benar
diperhatikan karena tingkat kompensasi akan menentukan gaya hidup, harga diri,
dan nilai perusahaan. Kompensasi mempunyai pengaruh yang besar dalam penarikan
karyawan, motivasi, produktivitas, dan tingkat perputaran karyawan. (Benardin
dan Russel, 1993 : 373).
Sistem pemberian imbalan (kompensasi) adalah merupakan hal
yang penting dalam perusahaan. Beberapa alasan mendasari pendapat ini antara
lain karena : Seringkali imbalan adalah merupakan biaya dengan proporsi
terbesar yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Bisa merupakan daya tarik
untuk mendapatkan karyawan yang baik (bermutu). Bisa menjadi perangsang bagi
karyawan untuk meningkatkan prestasi kerjanya Bisa menghindari munculnya ketidakpuasan
kerja, atau dengan kata lain bisa meningkatkan motivasi kerja serta loyalitas
karyawan terhadap perusahaan.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijaksanaan Imbalan
/Penggajian
Dalam menetapkan kebijaksanaan berkenaan dengan masalah
pemberian imbalan (penggajian) ada beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh
perusahaan, baik yang bersifat internal perusahaan maupun yang sifatnya
eksternal.
Faktor-faktor
internal yang mempengaruhi antara lain adalah :
1.
Kemampuan perusahaan untuk membayar
2.
Eksistensi dari Serikat Pekerja
3.
Karakteristik Pekerja.
Adalah
baik sekali bilamana perusahaan bisa memberikan imbalan yang sesuai dengan
prestasi yang ditunjukkan oleh masing-masing pekerja, pengalamannya atau
tingkat pendidikannya
4. Karakteristik Pekerjaan.
Pemberian imbalanpun harus
disesuaikan dengan berat / ringannya beban kerja ataupun tanggung jawab yang
harus di pikul oleh pekerja, termasuk di sini kondisi tempat kerja ataupun
besarnya resiko untuk mendapatkan kecelakaan kerja
Sedangkan faktor-faktor
eksternalnya antara lain adalah:
1. Keadaan pasar tenaga
kerja
Kondisi tenaga kerja yang
ada di pasar tenaga kerja seringkali punya pengaruh yang besar dalam menentukan
besarnya imbalan / gaji yang akan diberikan. Hal ini berhubungan dengan prinsip
"supply: demand" , dimana imbalan akan tinggi bilamana tenaga kerja
yang kita butuhkan termasuk tenaga kerja yang langka atau yang sulit di peroleh
di pasar tenaga kerja. Sebaliknya, perusahaan bisa memberikan imbalan yang
relatif rendah bilamana tenaga kerja yang dibutuhkan banyak terdapat di pasar
tenaga kerja.
2. Biaya hidup
Besarnya imbalan pertu
disesuaikan dengan biaya hidup. Hal ini menyebabkan besarnya imbalan,
seringkali ditentukan berdasarkan daerah dimana perusahaan berada.
3.
Peraturan pemerintah
Seperti diketahui
Pemerintah, dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja telah menetapkan adanya
gaji/upah minimum yang disusun berdasarkan kebutuhan fisik minimum/kebutuhan
hidup minimum
Proses Penetapan Sistem Imbalan
1. Analisa Jabatan, atau Penentuan Sasaran Jabatan.
Pada
perusahaan yang baru berdiri, belum bisa dilakukan analisa jabatan. Dalam
kondisi demikian, paling tidak bisa dilakukan penentuan sasaran jabatan. Output
jabatan haruslah menjadi syarat bagi pemegang jabatan, juga dalam penetapan
imbalan. Dikenai adanya 3 kategori sasaran jabatan, yaitu :
a.
Sasaran
rutin
b.
Sasaran
pemecahan persoalan
c.
Sasaran
pembaharuan
2.
Evaluasi Jabatan
Penentuan
nilai jabatan, relatif terhadap jabatan lainnya yang ada dalam satu perusahaan
perlu dilakukan sebagai dasar untuk menentukan besarnya imbalan yang adil
3.
Survey Upah
Penelitian
untuk mengetahui standard upah yang berlaku pada perusahaan-perusahaan sejenis
di daerah tempat perusahaan berada perlu dilakukan untuk bisa menentukan
besamya imbalan yang kompetitif.
4.
Penetapan kebijakan
Kebijakan
mengenai sistem imbalan ditetapkan oleh perusahaan, dengan memperhatikan
beberapa faktor antara lain:
a.
Peraturan Pemerintah
b.
Hukum
c.
Kondisi Ekonomi
d.
Kondisi Pasar Tenaga
Kerja
e.
Kedudukan yang ingin di
capai perusahaan ( citra )
5. Penetapan Harga Jabatan
Pada akhirnya perusahaan
perlu menetapkan struktur imbalan/ kurva imbalan untuk semua jabatan yang ada
dalam perusahaan tersebut, mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
2.2 Kepuasan
Terhadap Sistem Imbalan
Meskipun
kompensasi bukan merupakan satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap
kepuasan karyawan, akan tetapi diyakini bahwa kompensasi merupakan salah satu
faktor penentu dalam menimbulkan kepuasan karyawan yang tentu saja akan
memotivasi karyawan untuk meningkatkan produktivitas kerja mereka. Jika
karyawan merasa bahwa usahanya akan dihargai dan jika perusahaan menerapkan
sistem kompensasi yang dikaitkan dengan evaluasi pekerjaan, maka perusahaaan
telah mengoptimalkan motivasi. Kompensasi dapat berperan meningkatkan prestasi
kerja dan kepuasan karyawan jika kompensasi dirasakan :
1.
Layak dengan kemampuan dan produktivitas pekerja.
2.
Berkaitan dengan prestasi kerja
3.
Menyesuaikan dengan kebutuhan individu
Kondisi-kondisi tersebut akan meminimalkan ketidakpuasan di antara para karyawan, mengurangi penundaan pekerjaan, dan meningkatkan komitmen organisasi. Jika pekerja merasa bahwa usahanya tidak dihargai, maka prestasi karyawan akan sangat di bawah kapabilitasnya (Robbin,1993 : 647).
Hampir
semua peneliti setuju bahwa adiministrasi kompensasi yang efektif mempunyai
pengaruh yang kuat dalam meningkatkan kepuasaan karyawan. Kepuasan kompensasi
sangat penting karena jika kepuasan kompensasi rendah maka kepuasan kerja juga
rendah, konsekwensinya turnover dan absenteeisme karyawan akan
meningkat dan menimbulkan biaya yang tinggi bagi perusahaan. Semakin tinggi
pembayaran, semakin puas kompensasi yang diterima. Biaya hidup, semakin
rendah biaya hidup dalam masyarakat, semakin tinggi kepuasan kompensasi. Pendidikan,
semakin rendah tingkat pendidikan semakin tinggi kepuasan kompensasi. Harapan
di masa datang, semakin optimis dengan kondisi pekerjaan di masa datang,
semakin tinggi tingkat kepuasan kompensasi.
Ada
beberapa penyebab dari kepuasan dan ketidakpuasan karyawan atas kompensasi yang
mereka terima, yaitu:
1.
Kepuasan individu terhadap kompensasi berkaitan dengan harapan dan kenyataan
terhadap sistem kompensasi. Kompensasi yang diterima tidak sesuai dengan yang
diharapkan, apabila kompensasi yang diterima terlalu kecil jika dibandingkan
dengan harapannya.
2.
Kepuasan dan ketidakpuasan karyawan akan kompensasi juga timbul karena karyawan
membandingkan dengan karyawan lain di bidang pekerjaan dan organisaasi sejenis.
Rasa ketidakpuasan akan semakin muncul manakala atasan mereka bersifat tidak
adil dalam memperlakukan bawahan serta memberikan wewenang yang berbeda untuk
karyawan dengan level jabatan yang sama.
3.
Karyawan sering salah persepsi terhadap sistem kompensasi yang diterapkan
perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan tidak mengkomunikasikan informasi
yang akurat mengenai kompensasi dan tidak mengetahui jenis kompensasi yang
dibutuhkan oleh karyawan.
4. Kepuasan dan ketidakpuasan akan kompensasi
juga tergantung pada variasi dari kompensasi itu sendiri. Kompensasi tersebut
mempunyai fungsi yang berbeda sehingga kombinasi variasi kompensasi yang baik
akan memenuhi kebutuhan dan kepuasan karyawan.
Selanjutnya
yang dimaksud kepuasan kompensasi dalam penelitian ini adalah kepuasan karyawan
terhadap kompensasi yang diterima dari perusahaan sebagai balas jasa atas kerja
mereka. Penjabaran dari konsep ini diadaptasi dari pendapat Michael dan Harold
(1993 :443) yaitu meliputi : kompensasi material, kompensasi sosial dan
kompensasi aktivitas.
2.3 Teori
Kepuasan
Teori kepuasan ini
mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu
yang menyebabkannya bertindak serta berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini
memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan,
mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya. Teori ini mencoba
menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan seseorang dan apa yang
mendorong semangat bekerja seseorang.
Hal
yang memotivasi semangat kerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan serta
kepuasan baik materiil maupun non materiil yang diperolehnya sebagai imbalan
atau balas jasa dari jasa yang diberikannya kepada perusahaan. Bila kompensasi
materiil dan non materiil yang diterimanya semakin memuaskan, maka semangat
bekerja seseorang, komitmen, dan prestasi kerja karyawan semakin meningkat.
(David J. Cherington, 1995 : 402).
Robbins
(2001:148) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah sebagai suatu sikap umum
seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan
rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi
standar kinerja, hidup pada kondisi kerja yang sering kurang dari ideal, dan
hal serupa lainnya. Ini berarti penilaian (assesment) seorang karyawan
terhadap puas atau tidak puasnya dia terhadap pekerjaan merupakan penjumlahan yang
runit dari sejumlah unsur pekerjaan yang diskrit (terbedakan dan terpisahkan
satu sama lain).
2.4 Komitmen
Organisasi
Konsep
tentang komitmen karyawan terhadap organisasi ini (disebut pula dengan komitmen
kerja), yang mendapat perhatian dari manajer maupun ahli perilaku organisasi,
berkembang dari studi awal mengenai loyalitas karyawan yang diharapkan ada pada
setiap karyawan. Komitmen kerja atau komitmen organisasi merupakan suatu
kondisi yang dirasakan oleh karyawan yang dapat menimbulkan perilaku positif
yang kuat terhadap organisasi kerja yang dimilikinya. Menurut Steers dan Porter
(1983 : 520), suatu bentuk komitmen kerja yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas
yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja
yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi kerja
yang bersangkutan.
Mowday
(1982 : 64) mendefinisikan komitmen kerja sebagai kekuatan relatif dari
identifikasi individu dan keterlibatannya dengan organisasi kerja. Sementara
Mitchell (1982 : 136) memandang komitmen kerja sebagai suatu orientasi nilai
terhadap kerja yang menunjukkan bahwa individu sangat memikirkan pekerjaannya,
pekerjaan memberikan kepuasan hidup, dan pekerjaan memberikan status bagi
individu. Selanjutnya Steers dan Porter (1983 : 525) mengemukakan adanya tiga
karakteristik yang bisa digunakan sebagai pedoman telah komitmen kerja, yaitu :
a.
Adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan tujuan serta nilai-nilai yang
dimiliki organisasi kerja.
b.
Terdapatnya keinginan untuk mempertahankan diri agar tetap dapat menjadi
anggota organisasi tersebut.
c.
Adanya kemauan untuk berusaha keras sebagai bagian dari organisasi kerja.
Dalam
kerangka perilaku organisasi terdapat sejumlah sikap yang berkaitan dengan
pekerjaan. Kebanyakan riset dalam ilmu perilaku organisasi memperhatikan ketiga
sikap yang meliputi : kepuasan kerja, keterlibatan kerja, dan komitmen
organisasi (Brooke, Russel, Price, 1988 : 139-145). Disamping itu Chrles
O’Reilly (1989, 9-25) menyatakan bahwa komitmen organisasi secara umum dipahami
sebagai ikatan kejiwaan individu terhadap organisasi termasuk keterlibatan
kerja, kesetiaan dan perasaan percaya pada nilai-nilai organisasi.
Faktor-faktor Komitmen Kerja.
Faktor-faktor
komitmen kerja dapat dilihat dari kajian David (1994 : 474) dengan membagi
faktor-faktor komitmen kerja menjadi empat karakteristik yang meliputi :
a. Faktor Personal
b. Karakteristik Kerja
c. Karakteristik struktur
d. Pengalaman Kerja
Menurut
Steers (dalam Dessler, 2000 : 319) komitmen organisasi dapat didefinisikan
sebagai kekuatan relatif identifikasi individu terhadap organisasinya, yang
dapat dilihat paling tidak dengan 3 faktor, yaitu :
1.Kepercayaan
dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi
2.Kemauan untuk
mengusahakan kepentingan organisasi
3.Keinginan yang kuat
untuk mempertahankan jadi anggota organisasi.
Dari
paparan di atas nampak bahwa komitmen organisasi bukan hanya kesetiaan pada
organisasi, tetapi suatu proses yang berjalan dimana karyawan mengekspresikan
kepedulian mereka terhadap organisasi dan prestasi kerja yang tinggi. Komitmen
organisasi sebagai suatu sikap karyawan, bagaimanapun juga akan menentukan
perilakunya sebagai perwujudan dari sikap (gambar).
BEHAVIOR
(actions/decisions)
↓
ATTITUDES
(inclination
to act)
↓
VALUES
(basic
beliefs)
Sumber: Keith
Davis, William Frederick,1984
Gambar .
Hubungan antara Nilai, Sikap dan Perilaku
Selanjutnya
yang dimaksud komitmen organisasi dalam penelitian ini adalah keinginan
karyawan untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan
bersedia melakukan usaha yang tinggi bagi pencapaian tujuan organisasi.
Penjabaran dari konsep ini diadaptasi dari pendapat Lincoln (1989:89 -106) dan
Bashaw & Grant (1994 :48) yang meliputi: kemauan karyawan, kesetiaan
karyawan dan kebanggaan karyawan pada organisasi, sementara prestasi kerja
karyawan dilihat dari kecakapan karyawan dalam bekerja.
2.5 Prestasi
Kerja
Istilah
prestasi kerja mengandung berbagai pengertian. Prabowo (2005) mengemukakan
bahwa prestasi lebih merupakan tingkat keberhasilan yang dicapai seseorang
untuk mengetahui sejauh mana seseorang mencapai prestasi
yang
diukur atau dinilai. Suryabrata (1984) menyatakan bahwa prestasi adalah juga
suatu hasil yang dicapai seseorang setelah ia melakukan suatu kegiatan. Dalam
dunia kerja, prestasi kerja disebut sebagai work performance (Prabowo, 2005).
Definisi
prestasi kerja menurut Lawler (dalam As’ad, 1991) adalah suatu hasil
yang dicapai oleh karyawan dalam mengerjakan tugas atau pekerjaannya secara
efisien dan efektif. Lawler & Porter (dalam As’ad, 1991)
menyatakan bahwa prestasi kerja adalah kesuksesan kerja yang diperoleh seseorang
dari perbuatan atau hasil yang bersangkutan. Dalam lingkup yang lebih luas,
Jewell & Siegall (1990) menyatakan bahwa prestasi merupakan hasil sejauh
mana anggota organisasi telah melakukan pekerjaan dalam rangka memuaskan
organisasinya.
Definisi
prestasi kerja menurut Hasibuan (1990) adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan, serta waktu.
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Prestasi Kerja
Zeitz
(dalam Baron & Byrne, 1994) mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi
oleh dua hal utama, yaitu faktor organisasional (perusahaan) dan faktor
personal. Faktor organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas
pengawasan, beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan
kerja. Diantara berbagai faktor organisasional tersebut, faktor yang paling
penting adalah faktor sistem imbal jasa, dimana faktor tersebut akan diberikan
dalam bentuk gaji, bonus, ataupun promosi. Selain itu, faktor organisasional
kedua yang juga penting adalah kualitas pengawasan (supervision quality),
dimana seorang bawahan dapat memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih
kompeten dibandingkan dirinya.
Sementara
faktor personal meliputi ciri sifat kepribadian (personality trait),
senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan
bidang pekerjaan dan kepuasan hidup. Untuk faktor personal, faktor yang juga
penting dalam mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor status dan masa kerja. Pada
umumnya, orang yang telah memiliki status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya
telah menunjukkan prestasi kerja yang baik. Status pekerjaan tersebut dapat
memberikannya kesempatan untuk memperoleh masa kerja yang lebih baik, sehingga
kesempatannya untuk semakin menunjukkan prestasi kerja juga semakin besar.
Blumberg
& Pringle (dalam Jewell & Siegall, 1990) juga menyatakan bahwa ada
beberapa faktor yang menentukan prestasi kerja seseorang, yaitu kesempatan,
kapasitas, dan kemauan untuk melakukan prestasi. Kapasitas terdiri dari usia,
kesehatan, keterampilan, inteligensi, keterampilan motorik, tingkat pendidikan,
daya tahan, stamina, dan tingkat energi. Kemauan terdiri dari motivasi,
kepuasan kerja, status pekerjaan, kecemasan, legitimasi, partisipasi, sikap,
persepsi atas karakteristik tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, citra
diri, kepribadian, norma, nilai, persepsi atas ekspektasi peran, dan rasa
keadilan. Sedangkan kesempatan meliputi alat, material, pasokan, kondisi kerja,
tindakan rekan kerja, perilaku pimpinan, mentorisme, kebijakan, peraturan,
prosedur organisasi, informasi, waktu, serta gaji.
Teknik Penilaian
Prestasi Kerja
Asnawi
(1999) mengemukakan bahwa di dalam proses penilaian prestasi kerja, terdapat
berbagai macam teknik penilaian yang dapat digunakan, baik yang objektif maupun
yang subjektif. Penilaian yang objektif akan mendasarkan pada data yang masuk
secara otentik, baik yang menyangkut perilaku kerja, kepribadian, maupun data
mengenai produksi. Sedangkan penilaian yang subjektif sangat tergantung pada
judgment pihak penilai. Oleh karena itu, terutama untuk hasil penilaian yang
subjektif, hasil tersebut perlu untuk dianalisis dengan lebih teliti, sebab ia
dapat berakhir dengan relatif ataupun absolut. Hal ini harus diperhatikan
menimbang banyaknya penyimpangan perilaku (behavioral barriers), baik yang
bersifat penyimpangan interpersonal maupun penyimpangan politis.
Subjek
penilai dapat merupakan atasan langsung, nasabah, rekan kerja, bawahan, diri
sendiri, ataupun majelis penilai. Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh
Dessler (1988) bahwa subjek penilai adalah pejabat khusus, komite khusus,
ataupun dirinya sendiri.
Sedikit
berbeda dari beberapa teknik penilaian prestasi kerja seperti yang telah
dikemukakan di atas, terdapat suatu teknik penilaian yang dikemukakan oleh
Schultz (dalam Asnawi, 1999) yang membedakan teknik penilaian yang diterapkan
untuk tenaga kerja yang melaksanakan fungsi produksi dengan tenaga kerja yang
tidak melaksanakan fungsi produksi. Bagi tenaga kerja yang melaksanakan fungsi
produksi, teknik penilaiannya akan berorientasi pada jumlah produksi, kualitas
produksi, ada tidaknya atau jumlah kecelakaan kerja, tingkat penghasilan atau
upah, absensi, dan peranan interaksi dalam kerja sama.
2.6 Penelitian-Penelitian
Sebelumnya
a.
Penelitian yang
Dilakukan oleh Iverson & Roy (1994)
Iverson & Roy (1994) meneliti
tentang perilaku kerja, khususnya yang berkaitan dengan komitmen pekerja
(keinginan untuk tetap di organisasi) dengan sampel para pekerja bagian
produksi di sebuah perusahaan manufaktur. Variabel utama yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah: 1) Variabel struktural, yang berkaitan dengan
kondisi kerja (kondisi organisasi atau faktor-faktor yang berhubungan dengan
pekerjaan); 2) variabel harapan, yaitu harapan yang dibawa ke dalam organisasi;
3) variabel lingkungan, berkaitan dengan kondisi non pekerjaan; 4) orientasi
pegawai, yaitu perlakuan yang berhubungan dengan keefektifan tanggapan pegawai
seperti kepuasan pekerjaan, komitmen, sikap, pencarian pekerjaan yang
ditimbulkan dari variabel-variabel struktural, harapan, dan lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel yang secara signifikan berhubungan langsung dengan komitmen karyawan
dapat diurutkan sebagai berikut: pencarian kerja, kepuasan kerja, kemauan
kerja, komitmen, partisipasi dalam serikat kerja, kesempatan lingkungan,
kondisi fisik kerja, kesesuaian harapan pegawai dengan organisasi, kesamaan,
tanggung jawab keluarga, sentralisasi, dukungan supervisi dan kohesifitas
kelompok, sedangkan variabel yang berhubungan secara tidak langsung dengan
komitmen karyawan, dapat diurutkan sebagai berikut: kepuasan kerja, kesesuaian
harapan, kesempatan lingkungan, kesamaan, kesempatan promosi, sentralisasi,
dukungan supervisi, kohesifitas kelompok dan partisipasi dalam komunikasi.
b.
Penelitian yang
Dilakukan oleh S. Pantja Djati dan M. Khusaini
S.
Pantja Djati dan M. Khusaini meneliti tentang Kajian Terhadap Kepuasan Kompensasi,
Komitmen Organisasi, Dan Prestasi Kerja. Penelitian ini mempunyai tujuan
untuk menjelaskan pengaruh dari kepuasan karyawan pada kompensasi terhadap komitmen pada
organisasi serta dampaknya terhadap prestasi kerja karyawan. Konsep kepuasan
kompensasi terdiri dari kepuasan kompensasi material, kompensasi social dan
kompensasi aktivitas. Sedangkan komitmen organisasi terdiri dari tiga variabel,
yaitu kesetiaan, kemauan dan kebanggaan, sementara konsep prestasi kerja
dilihat dari kecakapan karyawan dalam bekerja.
Hasil
penelitian ini secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat
antara kepuasan karyawan, komitmen karyawan pada organisasi dan prestasi kerja.
Lebih spesifik dimana ditemukan bahwa kepuasan karyawan pada kompensasi memang
mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap komitmen karyawan pada
organisasi begitu juga komitmen karyawan pada organisasi berpengaruh terhadap
kecakapan karyawan pada pekerjaan. Dalam penelitian ini secara simultan
variable dalam konsep kepuasan kompensasi berpengaruh terhadap komitmen
organisasi serta prestasi kerja karyawan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengaruh
Sistem Imbalan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan
Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa sistem imbalan (kompensasi) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan, artinya bahwa
kompensasi memang sangat diperlukan oleh seorang karyawan untuk dapat mencapai
suatu kepuasan kerja yang tinggi meskipun menurut sifatnya kepuasan kerja itu
sendiri besarannya sangat relatif atau berbeda antara satu orang dengan orang
lainnya.
Hampir
semua peneliti setuju bahwa adiministrasi kompensasi yang efektif mempunyai
pengaruh yang kuat dalam meningkatkan kepuasaan karyawan. Kepuasan kompensasi
sangat penting karena jika kepuasan kompensasi rendah maka kepuasan kerja juga
rendah, konsekwensinya turnover dan absenteeisme karyawan akan
meningkat dan menimbulkan biaya yang tinggi bagi perusahaan. Semakin tinggi
pembayaran, semakin puas kompensasi yang diterima.
Kemudian
jika ditinjau dari segi kebijakan kompensasi yang diterapkan perusahaan
karyawan merasa kerasan bekerja di perusahaan ini, atau dengan kata lain
karyawan mempunyai tingkat kepuasan yang cukup tinggi, karena merasa kompensasi
yang mereka terima sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan apa
yang dikemukakan oleh Buchanan (1975, dalam Dessler, 2000 : 319) bahwa salah
satu upaya untuk meningkatkan komitmen karyawan adalah dengan cara memenuhi apa
yang menjadi harapan Karyawan. Sementara menurut Steers (1983) menyatakan bahwa
salah satu cara meningkatkan kepuasan karyawan adalah dengan memeberikan
kompensasi yang memuaskan.
Menurut
Maslow denga teori hierarchi need mengatakan bahwa perilaku seseorang
pada saat tertentu ditentukan oleh kebutuhan yang paling kuat untuk memenuhi
kebutuhan tersebut karyawan bekerja. Karena dengan bekerja, seseorang akan
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sampai terpuaskan. Kebutuhan dasar seperti
gaji atau upah adalah kebutuhan dasar terpenting, sehingga apabila kebutuhan
upah terpenuhi dengan baik maka karyawan akan merasa puas dan dapat bekerja
secara baik sesuai harapan perusahaan.
3.2 Pengaruh
Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi
Hasil
penelitian ini membuktikan menunjukkan adanya
hubungan positif yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap komitmen
organisasi. Artinya semakin tinggi nilai kepuasan seorang karyawan maka semakin
tinggi pula komitmen karyawan
tersebut. Suatu organisasi di mana para pekerjanya dipandang dan diperlakukan
sebagai seorang anggota keluarga besar organisasi, akan merupakan dorongan yang
sangat kuat untuk meningkatkan komitmen organisasi. Pada gilirannya komitmen
organisasi yang tinggi akan berakibat pada berbagai sikap dan perilaku positif,
seperti misalnya menghindari tindakan, perilaku dan sikap yang merugikan nama
baik organisasi, kesetiaan kepada pimpinan, kepada rekan setingkat dan kepada
bawahan, produktivitas yang tinggi, kesediaan menyelesaikan konflik melalui
musyawarah dan sebagainya.
Penelitian
yang menggunakan variabel kepuasan kerja pernah diteliti oleh Anita Rahmawati
mengenai hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi menunjukkan
hasil yang sangat signifikan dan mengemukakan bahwa munculnya kepuasan kerja
pada karyawan di dukung oleh adanya imbalan yang diterima secara layak.
Untuk
menumbuhkan komitmen organisasi ada 3 aspek utama yang harus dimiliki yaitu :
identifikasi, keterlibatan dan loyalitas pegawai terhadap organisasi.
Identifikasi yaitu membentuk kepercayaan pegawai dalam terhadap organisasi. Hal
ini dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup
beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi
memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya.
Keterlibatan
atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk
diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkan mereka akan mau dan
senang bekerja sama baik dengan pimpinan maupun sesama teman kerja. Loyalitas
pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk
melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan
pribadinya tanpa mengharapkan apapun.
3.3 Pengaruh
Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja
Hasil
penelitian ini membuktikan menunjukkan adanya
hubungan positif yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap prestasi kerja
karyawan. Hal ini terbukti dari
kecenderunga tingkat kesetiaan, kemauan dan kebanggan
karyawan sangat tinggi untuk tetap hadir dalam proses pekerjaan, keinginan
untuk tetap menjadi anggota organisasi, dan sangat patuh dengan aturan dan
nilai-nilai serta tujuan orgnisasi begitu juga dengan kemauan karyawan bekerja
keras dan kebanggaan karyawan pada organisasi.
Oleh
karena itu dengan penjelasan di atas bisa dipahami jika dalam penelitian ini
kepuasan kerja karyawan pada organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kecakapan karyawan dalam bekerja. Karena sebenarnya sesuai dengan
teoriteori yang ada (reward management) karyawan akan mempunyai prestasi
kerja yang tinggi (cakap dalam bekerja) jika mereka diberi imbalan yang
menarik, sehingga mereka akan mempunyai tingkat kemauan, kesetiaan dan
kebanggaan yang tinggi pada organisasi tempat mereka bekerja karena dianggap
perusahaan dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Jadi tidak heran jika
sebagian besar karyawan akan berusaha untuk memberikan prestasi kerja yang baik
bagi kemajuan perusahaan.
Dalam
berbagai penelitian terdahulu seperti yang pernah dilakukan Steers (1977 dalam Dessler:320)
yang melihat pengaruh antara antecedents of commitment dengan outcomes
of commitment menemukan bahwa salah satu hasil dari komitmen adalah
Prestasi kerja yang tinggi. Begitu juga penelitian yang pernah dilakukan
oleh Satish P. Despande, Jacob Joseph (1995:50), Mowday (1985:97) ditemukan
bahwa dalam beberapa kasus komitmen karyawan pada organisasi dapat terjelmakan
menjadi prestasi kerja yang sangat baik. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa kepuasan
karyawan pada organisasi mempunyai pengaruh
yang kuat dengan prestasi kerja.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hasil
penelitian ini secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat
antara kepuasan karyawan, komitmen karyawan pada organisasi dan prestasi kerja.
Lebih spesifik di mana ditemukan bahwa kepuasan karyawan pada kompensasi memang
mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap komitmen karyawan pada
organisasi begitu juga komitmen karyawan pada organisasi berpengaruh terhadap
kecakapan karyawan pada pekerjaan. Dalam penelitian ini secara simultan
variable dalam konsep kepuasan kompensasi berpengaruh terhadap komitmen
organisasi serta prestasi kerja karyawan.
4.2 Saran
Untuk
penelitian selanjutnya perlu mempertimbangkan keterbatasan yang telah
diungkapkan penulis sehingga dapat memberikan kontribusi wawasan yang lebih
bagus lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Davis, Keith dan John
W. Newstrom. 2003. Perilaku dalam Organisasi : Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Donnelly. Gibson and
Ivancevich.1990. Organisasi (Perilaku, Struktur, Proses) Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Kinicky, Angelo dan
Robert Kreitner. 2005. Perilaku Organisasi: buku 2. Jakarta: Salemba
Empat.
Luthans.
2008. Organizational Behavior. Mc Graw-Hill Compaies.
Mc Shane and Von
Glinow. 2005. Organizational Behavior. Mc Graw-Hill Compaies.
Purwanto,
Joko. 2003. Komunikasi Bisnis. Jakarta: Erlangga.
Rhodee,
Kathleen.Patricia Rogin, ect. 2005. Komunikasi Bisnis. Jakarta : Salemba
Empat.
Robbins, Stephen
P.2003. perilaku organisasi: jilid 1. Jakarta : PT Indeks kelompok
Gramedia.